Karya sastra adalah ungkapan pemikiran manusia yang mengandung ide atau
gagasan yang bersifat konkret yang menggunakan bahasa sebagai medianya.
Masing-masing dari karya sastra tersebut mempunyai ciri khas tersendiri. Begitu
juga untuk mengkaji suatu karya sastra perlu adanya pendekatan yang khusus.
Glover dan Ronning (dalam Rifa’i 2015:1) menyatakan bahwa psikologi
mengkaji topik tentang perkembangan, perbedaan individu, pengukuran, belajar,
dan memotivasi manusia. Menurut Endawarsa (dalam Haryati 2016:61) psikologi
sastra merupakan kajian sastra yang memandang karya sebagai aktivitas kejiwaan
pengarang yang menggunakan cipta, rasa, dan karya dalam berkarya. Karya sastra
yang dipandang sebagai fenomena psikologis akan menampilkan aspek-aspek
kejiwaan melalui tokoh-tokoh.
Bertolak dari hal tersebut, penulis akan mengkaji novel Harimau! Harimau! Karya Mochtar Lubis menggunakan
pendekatan psikologis. Pendekatan psikologis sendiri adalah pendekatan yang
bertolak dari asumsi bahwa karya sastra selalu membahas tentang peristiwa
kehidupan manusia. Dalam novel Harimau!
Harimau! Karya Mochtar Lubis unsur psikologis sangat dominan dalam
peristiwa kehidupan yang dialami tokoh.
Karya sastra dipandang
sebagai fenomena psikologis akan menampilkan aspek-aspek kejiwaan melalui
tokoh-tokoh. Psikologi sastra adalah pendekatan yang bertolak dari asumsi bahwa
karya sastra selalu membahas tentang peristiwa kehidupan manusia.
Pendekatan psikologis sangat cocok untuk
menganalisis novel Harimau! Harimau!
ini, karena pada novel ini banyak sekali menceritakan bagaimana perasaan dan
kondisi kejiwaan tokoh.
Dalam pendekatan
psikologis tidak hanya mengkaji psikologi tokoh tetapi juga mengkaji psikologi
pengarang dan psikologi pembaca. Pada Novel Harimau!
Harimau! karya Mochtar Lubis, Harimau adalah tokoh yang menyebabkan munculnya
konflik, baik konflik secara langsung maupun tidak langsung, konflik dalam
tokoh itu sendiri maupun konflik antar tokoh. Semua peristiwa yang menimbulkan
konflik muncul setelah Buyung dan Wak Katok berburu rusa dan Pak Balam digigit
Harimau.
Pak Balam adalah tokoh
yang menyebabkan konflik batin antar tokoh muncul. Pak Balam yang pendiam ini
menjadi terus mengoceh dan mendorong supaya mereka mengakui semua dosa-dosanya
di masa lalu.berikut kutipannya.
“Seluruh
badannya amat sangat panas, dan dia mengigau terus menerus, menyebut-nyebut
dosa dan minta ampun kepada Allah, dan menyuruh mereka meminta ampun dan
mengakui dosa-dosanya.”
Pak Balam ingin semua rombongan sampai ke desa
dengan selamat, dengan mengakui dosa-dosa di masa lalu, maka mereka akan
selamat dari ancaman harimau yang dikirim Tuhan untuk menghukum hambanya yang
mempunyai dosa besar. Pak Balam berkata semua itu karena mendapat firasat mimpi
buruk selama dua hari sebelum mereka memulai perjalanan untuk pulang. Berikut
bukti kutipannya.
“Tidak,
dengarkan kataku,” kata Pak Balam menguatkan hatinya, “aku telah dapat firasat
dan dapat mimpi. Sebelum kita berangkat dari kampung, dua malam sebelumnya, dan
malam kita akan meninggalkan huma Wak Hitam. Tetapi ketika itu aku masih
berharap Tuhan akan mengampuni dosaku, dan melindungi kita semua. Tidak aku
seorang saja. Akan tetapi semua kita akan mendapat celaka dalam perjalanan,
yaitu tiap kita yang melakukan dosa besar...”
Setelah digigit
harimau, Pak Balam mengakui dosa-dosanya di masa lalu bersama Wak Katok. Wak
Katok marah dan merasa tak adil, kenapa hanya dosanya saja yang telah diketahui
teman-temannya melalui Pak Balam, kenapa yang lain tidak mengakui dosa-dosanya
juga. Dosa-dosanya yang telah lama berusaha dilupakan dan bahkan telah
dihilangkan, tidak diakui sebagai dosanya lagi kini muncul lagi dipermukaan dan
membuat citranya menurun di mata teman-temannya. Berikut kutipannya.
“Seandainya
Pak Balam dibiarkan dimakan harimau, maka sama sekali tak ada timbul persoalan
harus mengakui dosa-dosa ini untuk menyelamatkan diri. Dan rahasia hidupnya
sendiri, yang selama puluhan tahun telah tertutup rapat, dan hanya diketahui
Pak Balam saja, kini telah diketahui pula oleh lima orang lain, orang-orang
sekampungnya, apakah mereka akan menutup mulutnya? Tidakkah mereka nanti jika
tiba di kampung akan menceritakan kepada istrinya, atau kawan-kawan mereka, apa
yang telah mereka dengar dari Pak Balam? Sungguh terkutuklah Pak Balam,
terkutuklah harimau itu, terkutuklah kawan-kawannya sendiri, yang hadir dan
mendengar Pak Balam bercerita.”
Wak Katok adalah
seseorang yang picik dan penuh siasat, hal tersebut bertentangan dengan citra
Wak Katok di mata penduduk kampung. Penduduk kampung tahunya Wak Katok adalah
seorang yang sakti, pintar, dan jago silat. Sikap asli Wak Katok mulai terlihat
ketika Wak Pak Balam dan Talib telah digigit harimau. Wak Katok merasa
ketakutannya muncul sangat besar. Wak Katok mempunyai siasat yang picik
terhadap rombongannya. Saat berburu harimau, Wak Katok yang memegang senapan
dan bertindak sebagai pemimpin
rombongan, tetapi nyatanya Buyung lah yang bekerja mencari jejak dan berjalan
di depan. Berikut bukti kutipannya.
“Dahulu ketika
berontak dia selalu berlindung di belakang kawan-kawannya. Dan jika keadaan
telah mereka kuasai, maka dialah yang mulai membunuh, merampok atau memperkosa.
Akan tetapi karena berbuat demikian, maka dialah yang dianggap paling berani.
Dan waktu berburu pun dia selalu beruntung. Belum pernah dia memburu harimau
seperti yang dilakukannya kini. Dan sejak tadi pagi pun yang sebenarnya bekerja
mengikuti jejak harimau adalah Buyung. Akan tetapi Wak Katok amat pandai
membuat usaha orang lain kelihatan seakan dilakukan di bawah pimpinannya.”
Perasaan dan fikiran
Buyung, Wak Katok, Pak Haji, Sanip, Talib, dan Sutan saling berbenturan antara ego
dan superego. Mereka ingin selamat melewati hutan ini, disisi lain mereka tak
mau luka lama dalam bentuk dosa-dosa tersebut muncul lagi ke permukaan.
Buyung adalah seorang
pemuda yang berhati baik, dan pekerja keras. Setelah mendengar perkataan Pak
Balam, Buyung ingat akan perbuatannya bersama Siti Rubiyah yang merupakan dosa
besar. Disisi lain Buyung telah bersumpah tidak akan mengakui dosanya tersebut
apapun yang terjadi. Disini terjadi pertentangan antara ego dan superego
Buyung. Berikut kutipannya.
“Dalam
hatinya Buyung mengambil tekad tidak akan menceritakan apa yang terjadi antara
dirinya dengan Siti Rubiyah, biarlah dia mati, ditembak oleh wak katok atau
diterkam harimau sama saja.”
Buyung sendiri adalah
seorang pemuda yang berhati baik,tulus, dan pemberani. Buyung telah menolong
Pak Haji dari bahaya ular dan dengan kepolosannya Buyung telah diperalat Wak
Katok. Berikut kutipannya.
“Muka Pak
Haji pucat ketika melihat badan dan kepala ular hijau yang kini bergerak-gerak
jatuh di tanah yang lembab. Ular yang amat berbisa. Dia hampir saja dipatuk
oleh ular yang berbisa itu yang turun dari pohon ketika ia lewat. Untunglah
Buyung memalingkan mukanya hendak melihat wajak Pak Haji.”
Buyung mencintai
seorang gadis bernama Zaitun. Selama mencari damar di hutan, Buyung selalu
teringat dan terbayang dengan wajah Zaitun. Buyung juga berusaha mencarikan
kancil untuk Zaitun tercinta. Buyung menegok jebakan kancilnya di pinggir
ladang Wak Hitam. Ketika hendak dibawa pulang, Rubiyah yang sedang mandi di
sungai bergembira melihat Buyung membawa kancil. Buyung memberikan kancil
tersebut kepada Rubiyah karena tak tega dengan Rubiah dan karena Rubiyah
memintanya. Buyung dan Rubiyah terlibat percakapan yang sangat panas, dan pada
akhirnya Buyung bersetubuh dengan Rubiyah di sungai. Buyung tetap saja
berfikiran bahwa wanita yang sedang dipeluknya adalah gadis pujaan hatinya yaitu
Zaitun.
Pak Haji adalah tertua
diantara mereka. Semenjak Pak Haji pulang dari pengembarannya ke dunia luar,
Pak Haji bersikap acuh terhadap lingkungan sekitar. Pak Haji seolah tak peduli
terhadap kehidupan dikampung. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan.
“Sejak
dia pulang dari pengembaraannya ke dunia luar, dia seakan mengasingkan diri,
memencilkan diri di kampung. Dia tak hendak menikah, meskipun dipaksa-paksa
oleh keluarganya. Dia tak hendak menjadi pemimpin di kampung, baik pemimpin
agama maupun masyarakat.”
Terlepas dari sikap dan
perilaku Pak Haji yang seolah tak acuh, Pak Haji adalah orang yang baik. Pak
Haji bersikap demikian karena hatinya telah patah ditinggal anak dan istrinya
meninggal karena sakit. Pak Haji hanya ingin masa tuanya hidup dengan tentram
tanpa mencampuri urusan orang lain. Sikap Pak Haji terbukti dengan kutipan.
“Dia
sejak lama telah mengambil kesimpulan untuk tidak hendak mencampuri urusan
orang lain. Baginya bersama-sama mencari damar dengan kawan-kawannya yang lain
adalah kerjasama yang sama-sama menguntungkan pada diri masing-masing. Ia tak
hendak mencampuri soal-soal pribadi mereka, dan dia tidak mengundang orang
mencampuri persoalan dirinya. Masing-masing orang wajib mengurus dunianya
sendiri, itulah semboyannya.”
Pak Haji juga tak
percaya ketulusan yang ada di dunia. Hal tersebut karena Pak Haji telah
berpengalaman dalam hidupnya. Pak Haji selalu saja tertipu dengan orang-orang
selama mengembara. Orang-orang kebanyakan lebih mementingkan pribadinya
masing-masing. Kutipan berikut adalah buktinya.
“Dia (Pak
Haji) tidak percaya adanya manusia yang berjuang dan memikirkan dan malahan
sampai memberikan jiwanya untuk kepentingan umum yang lebih besar, untuk
kebahagiaan manusia-manusia lain yang lebih banyak. Pengalamannya dalam hal-hal
serupa ini telah terlalu banyak dan terlalu pahit. Telah amat sering dia
tertipu dahulu, waktu mudanya, ketika ia mengembara ke seluruh dunia, betapa
orang-orang yang datang kepadanya dan mengatakan hendak menolongnya, sebaliknya
telah menimbulkan celaka padanya.”
Pak Haji telah sadar
masih ada manusia yang benar-benar tulus menolong manusia lain ketika Pak Haji
ditolong oleh Buyung dari ular yang sangat berbisa yang hendak mematuk Pak
Haji.
Diantara ketujuh
rombongan yang mencari damar dalam hutan, ketiga diantaranya adalah Sanip,
Talib, dan Sutan. Ketiganya adalah yang muda-muda dan telah beristri. Masing-masing
mempunyai karakter dan mempunyai dosa-dosa di masa lalu dengan tekanan batin
tersendiri. Sanip yang terkenal periang pun pernah melakukan dosa di masa lalu.
Waktu mudanya Sanip pernah pergi ke perempuan lacur, pernah juga menendang
Al-qur’an karena Sanip tak mau mengaji dan ingin bermain bola. Semua dosanya
tak mentah-mentah diakui Sanip, dia hanya mengakui bahwa Dia, Talib, dan Sutan
pernah mencuri kerbau. Berikut kutipannya.
“Kami
bertiga mencurinya malam-malam, dan ketika penjaga kerbau mengetahui pekerjaan
kami, maka Talib yang menikamnya, hingga dia rubuh. Dia tak mengenal kami dan
kami berhasil melarikan kerbau dan menyembelih kerbau dan menjual dagingga ke
kota. Penjaga kerbau tak mati. itulah dosa kami bertiga, tapi Sutan tak suka
aku ceritakan.”
Talib pun tak jauh
berbeda dengan Sanip. Talib hanya mengakui bahwa dia telah mencuri sebelum
menghembuskan nafas terakhirnya. Sedangkan Sutan adalah seorang yang nafsunya
tinggi, dia selalu bergejolak ketika melihat Rubiyah. Sutan juga tak rela jika
dosanya dikuliti satu per satu. Sutan yang belum sempat mengungkapkan dosanya
ketika diterkam harimau. Sutan seorang yang paling keras kepala diantara
mereka.
Wak Hitam dan Siti
Rubiyah hanyalah tokoh yang tidak begitu menonjol tetapi berpengaruh besar
dalam cerita. Siti Rubiyah telah menyebabkan Buyung melakukan dosa besar. Wak
Hitam yang sakti dan misterius menjadi sosok yang ditakuti. Wak Hitam juga
berpengaruh terhadap munculnya konflik batin dalam tokoh Sanip. Saniplah yang
mengetahui Wak Katok bercinta dengan Siti Rubiah di semak-semak, dan Sanip
menyimpulkan bahwa harimau tersebut adalah harimau kiriman WaK Hitam karena Wak
Katok telah bersetubuh dengan istri mudanya, Siti Rubiyah.
Pangkal dari semua
peristiwa tersebut adalah mereka menganggap bahwa harimau itu adalah harimau
gaib. Entah dikirim Tuhan untuk menghukum hamba-hambaNya yang mempunyai dosa
besar atau harimau yang telah dikirim Wak Hitam karena Wak Katok dan Buyung
telah bersetubuh dengan Siti Rubiyah, istri termuda Wak Hitam. Padahal
berdasarkan cerita telah jelas bahwa harimau tersebut adalah harimau biasa yang
sedang berburu rusa selama dua hari dan dengan tiba-tiba rusa buruannya dibidik
oleh rombongan Wak Katok yang sedang mencari bekal untuk pulang kembali ke
kampung setelah mencari damar di dalam hutan. Harimau terus mengikuti jejak
rombongan karena rombongan meninggalkan jejak berupa darah daging rusa yang
habis dikuliti dan belum diasap. Ditambah lagi dengan bau darah manusia yang
selalu lebih menggoda.
Tragedi harimau di
dalam hutan telah mengungkapkan semua peristiwa dan rahasia masing-masing tokoh
dengan jelas. Terungkap sudah watak Wak Katok yang ternyata picik, ketulusan
Buyung dan Sanip, dan juga alasan Pak Haji kenapa tak mau mencampuri urusan masing-masing
individu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar